Selasa, 14 Mei 2013

Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejalan dengan majunya ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini, maka terjadilah perubahan sosial yang sangat pesat, yang menyangkut berbagai bidang kehidupan, perubahan ini tidak hanya menyangkut dalam tuntutan hidup ekonomis dan praktis, tetapi juga dalam pembangunan dibidang pendidikan. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi, sebagai mana sabda Rasulullah SAW: طََلَبُ الْعِلْمِ فََِريْضَةٌٌ عَلى كُلِّ مُسْلِمٍ وواضع العلم عند غير اهله كمقلد الخنازير الجوهرو اللولووالدهب )رواه ابن ماجه و غيره( Hadis diatas merupakan perintah yang wajib dilaksanakan oleh setiap orang Islam, karena menuntut ilmu atau pendidikan menjadi petunjuk dalam menjalani hidup di dunia dan di akhirat. Tanpa pendidikan manusia tidak dapat berkembang sejalan aspirasi dan pandangan hidup mereka, sehingga pendidikan menjadi sarana utama yang perlu dikelola, secara sistematis dan konsisten berdasarkan berbagai pandangan teorikal dan praktik sepanjang waktu, sesuai dengan lingkungan hidup manusia itu sendiri, yang bercita-cita meraih kehidupan yang sejahtera dan bahagia dalam arti lebih luas, baik lahiriah maupun batiniah, duniawi dan rohawi. Semakin tinggi cita-cita manusia, semakin menuntut kepada peningkatan mutu pendidikan yang dikelola dengan tertib, teratur, efektif dan efesien (berdaya guna dan berhasil guna) Pelaksanaan pendidikan tidak mungkin lepas dari faktor psikologis manusia, disamping faktor lingkungan sekitar, maka proses kependidikan perlu bahkan wajib berpegang pada petunjuk-petunjuk dari para ahli psikologi pendidikan dan perkembangan, termasuk psikologi agama. Tanpa petunjuk psikologi, proses kependidikan tidak mengena pada sasarannya secara tepat. Demi mencapai sasaran dalam proses kependidikan, pemerintah Indonesia selalu berusaha, untuk memberikan sesuatu yang terbaik dibidang pendidikan, sebagai bagian dari upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera, didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mewujutkan visi pendidikan nasional tersebut diperlukan peningkatan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan nasional, yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam kerangka ini pula dibuat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Pemerintah sebagai pelaksananya. Madrasah merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional dan salah satu bentuk satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, meskipun demikian madrasah tetap memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri, sehingga dalam konteks kurikulum tidak cukup mengadopsi kurikulum sekolah. Oleh karena itu kurikulum madrasah perlu di rumuskan dan dikembangkan sedemikian rupa, sehingga disatu sisi memiliki relevansi dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional dan disisi lain mencerminkan eksistensi dan jati diri madrasah sebagai satuan pendidikan Islam yang menjadi bagian integral dari sistem pendidikan nasional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 36 dan 38, sehubungan dengan hal-hal tersebut diatas, maka dirumuskan dan dikembangkan kurikulum madrasah yang terdiri dari atas empat dokumen, yaitu; 1. Kurikulum 2004 tentang kerangka dasar dan struktur (Buku A) 2. Kurikulum 2004 tentang standard Kompetensi (Buku B) 3. Kurikulum 2004 tentang Pedoman Umum (Buku C) 4. Kurikulum 2004 tentang Pedoman khusus (Buku D) Dari keempat jenis dokumen tersebut, jika dipelajari dan dipahami secara mendalam dan bersungguh-sungguh, insya Allah semuanya akan terkesan dan terialisasi dengan mudah. Kurikulum 2004 disebut juga dengan istilah Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dirancang untuk membawa sistem pendidikan di Indonesia kearah yang lebih baik dari sebelumnya, sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional dan tujuan pendidikan agama. Disinilah perlu adanya persepsi positif seorang guru, yang nantinya akan menjadi pemicu bagi pelaksanaan kurikulum 2004 tersebut, agar program pemerintah untuk mengadakan perubahan terhadap sistem pendidikan terlaksana dengan baik dan sukses. Sesuatu yang baru atau perubahan hampir dapat dipastikan selalu ada pro dan kontra, begitu pula dengan keberadaan Kurikulum Berbasis Kompetensi ini yang jelas-jelas membawa perubahan mendasar, sehingga dapat menimbulkan persepsi yang berbeda-beda antara sesama guru di MI Al Ihsan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, dalam menanggapinya, baik secara perkataan,sikap, dan perbuatan. Kenyataan dilapangan MI Al Ihsan baru saja melaksanakan uji coba Kurikulum Berbasis Kompetensi, yang seharusnya dimulai sejak tahun ajaran 2004/2005 pada kelas I dan IV, tahun ajaran 2005/2006 pada kelas II dan V, dan tahun ajaran 2006/2007 pada kelas III dan VI. Jadi pada tahun ajaran 2007/2008 tidak ada lagi madrasah yang menggunakan kurikulum 1994. Sosialisasi mengenai Kurikulum Berbasis Kompetensi ini sudah dilaksanakan dan diikuti oleh guru dan kepala MI Al Ihsan, baik lewat pertemuan KKG (Kelompok Kerja Guru), KKM (Kelompok Kerja Madrasah) dan KKKM (Kelompok Kerja Kepala Madrasah), serta sosialisasi yang dilaksanakan oleh Departemen Agama Kabupaten Banjar. Berdasarkan tinjauan diatas, penulis tertarik untuk terlebih dahulu mengetahui persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi dan faktor yang mempengaruhi persepsi mereka, sehingga mereka belum melaksanakan uji coba tersebut, karena diduga ada perbedaan pendapat dalam menyikapinya. Sedangkan pada tahun 2007 Kurikulum Berbasis Kompetensi ini harus dilaksanakan secara menyeluruh dari kelas I sampai kelas VI. Berdasarkan permasalahan tersebut diatas dan dalam rangka mendapatkan data-data yang lebih objektif mengenai hal ini, penulis tertarik untuk meneliti dan mengangkat penemuan ini kedalam sebuah judul penelitian, yaitu; Persepsi Guru MI Al Ihsan Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi Di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. B. Penegasan Judul Untuk menghindari kesalahpahaman dalam judul diatas, maka penulis akan memberikan penjelasan pada kata atau kalimat yang dianggap perlu, pada judul tersebut: 1. Persepsi artinya tanggapan atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra. Maksudnya tanggapan terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi yang diungkapkan secara lisan. 2. Guru artinya Orang yang pekerjaannya atau profesinya mengajar. Maksudnya seluruh guru yang mengajar di MI Al Ihsan, baik yang sudah lama maupun baru saja mengajar, guru kelas atau guru mata pelajaran, guru honor atau guru negeri, termasuk kepala sekolah. 3. MI Al Ihsan. Maksudnya lembaga pendidikan swasta dibawah binaan Departemen Agama yang letaknya di Desa Pematang Panjang RT.02 Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. 4. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Maksudnya perangkat mata pelajaran yang diajarkan pada lembaga pendidikan, sebagai pedoman untuk mencapai tujuan pendidikan, yang berasas pada kemampuan siswa dan merupakan sistem yang memberikan kebebasan untuk menentukan arah pembelajaran secara tuntas, yang akan diberlakukan diseluruh lembaga pendidikan di Indonesia. Berdasarkan pengertian dan penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan judul tersebut adalah tanggapan atau komentar guru yang mengajar di MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. C. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi ? 2. Faktor apa yang mempengaruhi persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi ? D. Alasan Memilih Judul Ada beberapa alasan yang mendorong penulis memilih judul skripsi ini, yaitu; 1. Karena di MI Al Ihsan belum dilaksanakan uji coba Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Karena diduga ada perbedaan persepsi diantara guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. 3. Karena ingin mengetahui persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. E. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui persepsi guru MI Al ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. F. Signifikansi Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Menambah pengetahuan penulis mengenai pesepsi guru dan faktor yang mempengaruhi tanggapan mereka tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Tambahan pengalaman bagi penulis dalam hal menyikapi Kurikulum Berbasis Kompetensi. 3. Sebagai bahan informasi bagi guru atau pendidik dalam menyikapi Kurikulum Berbasis Kompetensi. 4. Sebagai bahan telaahan bagi para peneliti yang berminat untuk melakukan penelitian tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. 5. Untuk memberikan pengertian dan kesadaran bagi guru madrasah akan pentingnya menerapkan Kurikulum Berbasis Kompetensi. G. Sistematika Pembahasan Dalam penyusunan skripsi ini secara garis besar penulis membaginya kepada lima bab pembahasan, sebagai berikut: Bab I. Berisi pendahuluan tentang latar belakang masalah, penegasan judul, rumusan masalah, alasan memilih judul, tujuan penelitian, signifikansi penelitian dan sistematika pembahasan. Bab II. Berisi tinjauan teoritis tentang persepsi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, pengertian persepsi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi dan Faktor yang mempengaruhi persepsi. Bab III. Berisi metodologi penelitian yang terdiri dari subjek dan objek penelitian, data dan sumber data, tekhnik pengolahan data dan analisa data serta prosedor penelitian. Bab IV. Berisi tentang laporan hasil penelitian yang terdiri dari Gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data dan analisis data. Bab V. Berisi penutup terdiri dari kesimpulan dan saran-saran. BAB II LANDASAN TIORETES TENTANG PERSEPSI DAN KURIKULUM BERBASIS KOMPETENSI A. Pengertian Persepsi dan Kurikulum Berbasis Kompetensi 1. Pengertian Persepsi Persepsi dalam bahasa Inggris berasal dari kata perception yang berarti penglihatan, tanggapan, daya memahami atau menanggapi sesuatu. Sedangkan menurut Jalaluddin Rahmat persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristewa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut J.P. Chaplin yang diterjemahkan oleh Kartini Kartono dalam bukunya Kamus Lengkap Psikologi, mengatakan persepsi adalah proses mengetahui atau menggali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra, kesadaran dan proses-proses organis, satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman dimasa lalu. M. Noor H.S dalam bukunya yang berjudul Himpunan Istilah Psikologi mengemukakan bahwa persepsi adalah objek-objek disekitar kita tangkap melalui alat indra dan diproyeksikan pada bagian tertentu dalam otak sehingga kita dapat mengamati objek tersebut. Secara kontektual Irwanto dalam bukunya Psikologi Umum Panduan Mahasiswa bahwa persepsi adalah proses diterimanya ransang (objek, kwalitas, hubungan antar gejala, maupun peristewa) sampai ransangan itu disadari dan dimengerti. Saparinah Sadli mengatakan bahwa persepsi seseorang merupakan suatu proses yang aktif dimana yang memegang peranan bukan hanya stimulus yang mengenainya, tetapi ia sebagai keseluruhan yang relevan terhadap stimulus tersebut. Slameto mengatakan bahwa persepsi itu adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi kedalam otak manusia, dan melalui persepsi itulah manusia melakukan hubungannya secara terus menerus, namun demikian hubungan tersebut baru dapat terjadi bila alat-alat indra telah berfungsi, dengan demikian adanya pengendraan merupakan unsur yang mutlak dalam persepsi. Dari beberapa pengertian diatas alat indra mempunyai peran yang sangat menentukan dalam membentuk sebuah persepsi. Dalam hal ini Malcom Hardy dan Steve Meyes dalam bukunya Pengantar Psikologi menjelaskan bagaimana alat indra berfungsi.”Bagi hampir semua orang sangatlah mudah kiranya melakukan perbuatan melihat, mendengar, membaui, merasakan, dan menyentuh, yakni proses-proses yang semestinya ada, namun organisasi-organisasi yang datang dari organ-organ indra perlu terlebih dahulu diorganisir dan diinterpretasikan sebelum dapat dimengerti dan proses ini dinamakan persepsi”. Jadi persepsi tentang sesuatu tergantung pada proses pengindraan, oleh karena itu tidak heran jika terdapat persepsi yang berbeda-beda antara individu yang satu dengan yang lain, terhadap suatu masalah yang sama. Persepsi merupakan proses kejiwaan yang berlangsung abstrak dan tidak mudah untuk ditimbulkan, karena persepsi tidak akan terjadi jika unsur saraf pembentuknya tidak ada atau tidak terpenuhi. Bimo Walgito mengatakan agar individu mengadakan persepsi, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu; a. Adanya objek yang dipersepsi. Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau reseptor, stimulus dapat datang dari luar langsung mengenai alat-alat indra (reseptor) juga dapat dari dalam yang langsung mengenai saraf penerima (sensores) yang bekerja sebagai reseptor. b. Adanya indra atau reseptor Merupakan alat untuk menerima stimulus, disamping itu harus ada saraf, yaitu otak sebagai pusat kesadaran dan sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan saraf motoris. c. Adanya perhatian Untuk menyadari atau mengadakan persepsi terhadap sesuatu diperlukan adanya suatu perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi, tanpa perhatian tidak akan terjadi persepsi. Proses persepsi tidak akan terjadi tanpa adanya sesuatu atau pengindraan manusia dalam mengamati dan memahami lingkungannya. Keterlibatan sensasi dalam persepsi tidak dapat dipisahkan karena sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun proses sensasi dan persepsi itu berbeda, hal ini sejalan dengan pendapat M. Dimyati Mahmud yang mengatakan bahwa “sensasi adalah penerimaan stimulus lewat alat indra, sedangkan persepsi adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak. Dengan demikian proses persepsi terjadi mulai dari stimulus (rangsangan), kemudian dikirim ke otak dan pesan ini kemudian diinterpretasikan sebagai kesan. Dari kesan ini timbullah persepsi terhadap rangsangan tersebut. Jadi pada dasarnya persepsi adalah proses dalam menginterpretasikan rangsangan sampai timbulnya kesan dalam diri kita. Dalam tanggapan seseorang tidak hanya dapat menghidupkan kembali apa yang telah ia amati dimasa lampau, akan tetapi orang juga dapat mengantisipasikan yang akan datang, atau mewakili yang sekarang. Sumadi Surya Brata mengemukakan ada tiga macam tanggapan, yaitu; a. Tanggapan masa lampau atau ingatan b. Tanggapan mengantisipasikan c. Tanggapan masa kini atau tanggapan refesentatif. Tanggapan seseorang pada masa lampau adalah proses pengalaman yang pernah dialami dan biasanya diingat sepanjang hayat, sehingga menjadikan pengalaman masa lampau itu menjadi sesuatu yang sangat berarti pada masa berikutnya. Ketiga bentuk tanggapan ini terjadi akibat proses waktu. Tanggapan itu dapat pula terjadi sebagai tindakan antisipasi dalam menghadapi masa akan datang. Hal ini biasa terjadi apabila ada stimulus yang memungkinkan akan terjadi. Tanggapan dapat juga muncul pada saat suatu peristewa dialami, di tangkap oleh indra, walaupun demikian seseorang tidak menyadari proses yang menentukan persepsi, apakah terjadi karena penglihatan, pendengaran atau lainnya, oleh karena itu, seseorang jarang sekali mengalami sensasi-sensasi yang masuk dan menginterpretasikannya dalam dirinya sendiri, orang itu hanya tahu bahwa ia melihat, mendengar dan menanggapi situasi tanpa tanggapan yang berarti, untuk melihat bagaimana proses terjadinya. 2. Pengertian Kurikulum Berbasis Kompetensi Istilah kurikulum dijumpai dalam dunia statistic pada zaman Yunani kuno, yang berasal dari kata Curir yang artinya pelari, dan Curere artinya tempat berpacu atau tempat berlomba. Sedangkan kurikulum mempunyai arti “jarak” yang harus ditempuh oleh pelari. Harold B. Alberty et.al mendefinisikan ”All of the activities that are provided for the students by the school” yakni semua aktivitas yang dilakukan oleh sekolah terhadap para siswanya. Menurut Edward A. Krug menyebutkan kurikulum adalah ”a curriculumconsists of the means used to asbieve or carry our given purposes of scoolling”. Pengertian ini menunjukkan usaha-usaha yang mengarah pada tujuan pendidikan atau tujuan sekolah. Sedangkan J.G. Taylor dan William H. Alexander mendefinisikan ” The curriculum is the sum total of scool’s efforts to flayground or unt of scool” bahwa kurikulum adalah segala usaha yang dilakukan oleh sekolah untuk mempengaruhi belajar anak, baik didalam atau diluar kelas. Berdasarkan pada definisi-definisi para ahli tersebut diatas menunjukkan bahwa kurikulum diartikan tidak secara sempit atau terbatas pada mata pelajaran saja, tetapi lebih luas daripada itu, merupakan aktivitas apa saja yang dilakukan sekolah dalam rangka mempengaruhi anak dalam belajar untuk mencapai suatu tujuan, dapat dinamakan kurikulum, termasuk didalamnya kegiatan belajar mengajar, mengatur strategi dalam proses belajar mengajar, cara mengevaluasi program pengembangan pengajaran dan sebagainya. Kurikulum Berbasis Kompetensi menurut Siskandar (Kepala Pusat Kurikulum Depdiknas) mengemukakan bahwa Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah pengembangan kurikulum yang bertitik tolak dari kompetensi yang seharusnya dimiliki siswa setelah menyelesaikan pendidikan. Kompetensi itu meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai-nalai yang direpleksikan dalam kebiasaan berpikir serta bertindak. Pada hakekatnya tujuan kurikulum merupakan tujuan dari setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada anak didik, karena kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi dan kondisi lingkungan setempat. Tujuan pendidikan secara umum dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni Pancasila. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, dan terampil serta sehat jasmani dan rohani. Maka tujuan umum pendidikan tersebut pada hakekatnya membentuk manusia Indonesia yang bisa mandiri dalam konteks kehidupan pribadinya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta berkehidupan sebagai makhluk yang berke-Tuhanan yang Maha Esa (beragama). Berdasarkan hakekat dari tujuan pendidikan tersebut dijabarkan menjadi tujuan kurikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran atau bidang studi sampai kepada tujuan instruksional. Sebelum menyusun dan menetapkan isi kurikulum, strategi pelaksanaan dan evaluasi kurikulum, terlebih dahulu harus ditetapkan rumusan tujuannya, sebab tujuan berfungsi menentukan arah dan curak kegiatan pendidikan, tujuan menjadi indicator dari keberhasilan pelaksanaan pendidikan dan tujuan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari pelaksana pendidikan. Beberapa sumber yang lazim digunakan dalam menggunakan dan menyusun tujuan kurikulum, antara lain falsafah bangsa, strategi pembangunan, hakekat anak didik dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tujuan kelembagaan pendidikan dinamakan dengan tujuan institusional, maksudnya tujuan yang harus dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, artinya apa yang seharusnya dimiliki siswa setelah tamat dari lembaga pendidikan tersebut. Sedangkan tujuan kurikuler merupakan penjabaran dari tujuan institusional atau kelembagaan terdahulu, dan tujuan kurikuler bersifat lebih khusus dibandingkan dengan tujuan bidang studi atau mata pelajaran sehingga harus mencerminkan hakekat keilmuan yang ada didalam bidang studi itu. Bila dilihat secara operasional maka tujuan kurikuler adalah rumusan kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki anak didik setelah menyelesaikan atau mempelajari satu bidang studi atau mata pelajaran tersebut. Tujuan instruksional ini merupakan yang paling langsung dihadapkan kepada anak didik dalam proses belajar mengajar. Setiap bahan atau materi yang disampaikan dalam jam-jam tertentu memiliki tujuan masing-masing, dan harus menggambarkan kemampuan apa yang akan dicapai siswa setelah mereka mempelajari materi yang disajikan tersebut. B. Karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi Karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi antara lain mencakup seleksi kompetensi yang sesuai, sepesikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan kesuksesan penyampaian kompetensi; dan pengembangan sistem pembelajaran. Mengenai pengembangan sistem pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi menuntut pengembangan silabus untuk membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya dalam menjabarkan kompetensi dasar menjadi perencanaan belajar mengajar. Pengembangan silabus ini dapat dilakukan oleh guru secara perorangan, berkelompok, atau dikoorganisasikan oleh dinas pendidikan setempat. Guru dianggap lebih mengenal karakteristek siswa, kondisi dan lingkungan sekolah, tetapi jika tidak mampu maka sekolah membentuk kelompok kerja guru atau kelompok guru mata pelajaran untuk mengembangkan silabus. Disamping itu Kurikulum Berbasis Kompetensi memiliki sejumlah kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik, penilaiaan dilakukan berdasarkan standard khusus sebagai hasil demontrasi kompetensi yang ditunjukkan oleh peserta didik, pembelajaran lebih menekankan pada kegiatan individual personal untuk menguasai kompetensi yang dipersyaratkan, peserta didik dapat dinilai kompetensinya kapan saja bila mereka telah siap, dan didalam pembelajaran peserta didik dapat maju sesuai dengan kecepatan dan kemampuan masing-masing. Penilaian yang dilakukan dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah Penilaian Berbasis Kelas (PBK) yaitu suatu proses pengumpulan, pelaporan dan penggunaan informasi hasil belajar siswa yang menerapkan prinsip-prinsir penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, ada bukti-bukti otentik, akurat dan konsesten sebagai akuntabilitas publik. Penilaiaan Berbasis Kelas dilakukan dengan pengumpulan hasil kerja siswa, hasil karya, penugasan, kinerja dan tes tertulis, dapat pula dikatakan bahwa proses penilaian meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Lebih lanjut, dari berbagai sumber sedikitnya dapat diidentifikasikan enam karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi, yaitu: a. Sistem belajar dengan modul Kurikulum Berbasis Kompetensi menggunakan modul sebagai sistem pembelajaran. Dalam hal ini modul merupakan paket belajar mandiri yang meliputi serangkaian pengalaman belajar yang direncanakan dan dirancang secara sistematis untuk membantu peserta didik mencapai tujuan belajar. Modul adalah suatu proses pembelajaran mengenai suatu satuan bahan tertentu yang disusun secara sistematis, operasional, dan terarah untuk digunakan peserta didik, disertai dengan penggunaannya untuk para guru. b. Menggunakan keseluruhan sumber belajar Secara sederhana sumber belajar dapat dirumuskan sebagai segala sesuatu yang dapat memberikan kemudahan kepada peserta didik dalam memperoleh sejumlah informasi, pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam proses belajar mengajar. Dalam hal ini nampak adanya beraneka ragam sumber belajar yang masing-masing memiliki kegunaan tertentu yang mungkin sama atau bahkan berbeda dengan sumber belajar lainnya. Dari berbagai sumber belajar yang ada dan mungkin dikembangkan dalam pembelajaran adalah manusia yang menyampaikan pesan secara langsung, bahan yang mengandung pesan pembelajaran, lingkungan dimana sumber-sumber dapat berinteraksi dengan peserta didik, alat dan peralatan untuk produksi dan atau memainkan sumber-sumber lain, dan aktivitas yaitu sumber belajar yang biasanya merupakan kombinasi antara suatu teknik dengan sumber lain untuk memudahkan belajar, misalnya seperti simulasi dan karyawisata. c. Pengalaman lapangan Kurikulum Berbasis Kompetensi lebih menekankan pada pengalaman lapangan untuk mengakrabkan hubungan antara guru dengan peserta didik. Pengalaman lapangan dapat secara sistematis melibatkan masyarakat dalam pengembangan program, aktivitas dan evaluasi pembelajaran. d. Strategi individual personal Kurikulum Berbasis Kompetensi mengusahakan strategi belajar individual personal. Belajar individual adalah belajar berdasarkan tempo belajar peserta didik, sedangkan belajar personal adalah interaksi edukatif berdasarkan keunikan peserta didik: bakat, minat dan kemampuan (personalisasi). e. Kemudahan belajar Kemudahan belajar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi diberikan melalui kombinasi antara pembelajaran individual personal dengan pengalaman lapangan,dan pembelajaran secara tim. f. Belajar tuntas Belajar tuntas merupakan strategi pembelajaran yang dapat dilaksanakan didalam kelas, dengan asumsi bahwa didalam kondisi yang tepat, semua peserta didik akan mampu belajar dengan baik dan memperoleh hasil belajar secara maksimal terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Berdasarkan karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi tersebut diatas dapat dilihat perbedaan yang menyolok antara Kurikulum Berbasis Kompetensi atau kurikulum 2004 dengan kurikulum 1994. No Kurikulum 1994 Kurikulum 2004 1 2 3 4 5 6 7 8 9 - Menggunakan pendekatan pe-nguasaan ilmu pengetahun, yang menekankan pada isi atau materi, berupa pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan eva-luasi yang diambil dari bidang-bidang ilmu pengetahuan. - Standar akademis yang diterapkan secara seragam bagi peserta didik. - Berbasis konten, sehingga peserta didik dipandang sebagai kertas putih yang yang perlu ditulisi dengan sejumlah ilmu pengetahuan. - Pengembangan kurikulum dilakukan secara sentralisasi, sehingga Depdiknas memonopoli pengembangan ide dan konsepsi kurikulum. - Materi yang dikembangkan dan diajarkan di sekolah seringkali tidak sesuai dengan potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan sekitar sekolah. - Guru merupakan kurikulum yang menentukan segala sesuatu yang terjadi didalam kelas. - Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan melalui latihan,seperti latihan menger-jakan soal. - Pembelajaran cenderung hanya dilakukan di dalam kelas, atau dibatasi oleh empat dinding kelas - Evaluasi nasional yang tidak dapat menyentuh aspek-aspek kepribadian peserta didik. - Menggunakan pendekatan kom-petensi yang menekankan pada pemahaman, kemampuan atau kom-petensi tertentu disekolah, yang berkaitan dengan pekerjaan yang ada di masyarakat. - Standar kompetensi yang memperhatikan perbedaan individu, baik kemampuan, kecepatan belajar, maupun konteks sosial budaya. - Berbasis kompetensi, sehingga peserta didik berada dalam proses perkembangan yang berkelanjutan dari seluruh aspek kepribadian, se-bagai pemekaran terhadap potensi-potensi bawaan sesuai dengan ke-sempatan belajar yang ada dan di-berikan oleh lingkungan. - Pengembangan kurikulum dilakukan secara desentralisasi, sehingga pemerintah dan masya-rakat bersama-sama menentukan standard pendidikan yang dituang-kan dalam kurikulum. - Sekolah diberi keleluasaan untuk menyusun dan mengembangkan silabus mata pelajaran sehingga dapat mengakomodasi potensi sekolah, kebutuhan dan kemampuan peserta didik, serta kebutuhan masyarakat sekitar sekolah. - Guru sebagai fasilitator yang ber-tugas mengkondisikan lingkungan untuk memberikan kemudahan be-lajar peserta didik. - Pengetahuan, keterampilan, dan sikap dikembangkan berdasarkan pemahaman yang akan membentuk kompetensi individual. - Pembelajaran yang dilakukan mendorong terjadinya kerja sama antara sekolah, masyarakat, dan dunia kerja dalam membentuk kom-petensi peserta didik - Evaluasi berbasis kelas, yang menekankan pada hasil belajar. Perbedaan tersebut diatas tidak menutup adanya persamaan antara Kurikulum 1994 dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, misalnya: No Presamaan Kurikulum 1994 dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi 1 2 3 4 5 6 7 Indikator hasil belajar: aktivitas berbahasa Tujuan jenjang: dalam tiga komponen, yaitu pemahaman penggunaan dan kebahasaan. Pendekatan: komunikatif Perencanaan pembelajaran menyususun unit pembelajaran, memilih metode, alat dan sumber belajar, alokasi waktu dan penilaian Prinsip pembelajaran: - terpadu dan berkesinambungan - menggunakan tema untuk mengembangkan keterampilan berbahasa. Penjabaran analisis materi pelajaran: disesuaikan dengan konteks pengalaman siswa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. KBM: - Menyajikan secara jelas kemampuan yang ingin dicapai pada tiap jenjang dan kelas; - Memberikan peluang kepada guru/sekolah/daerah untuk mengembangkan potensinya. C. Faktor yang mempengaruhi persepsi Sejak lahirnya seorang manusia dimuka bumi, hingga sampai ia dewasa, selalu menghadapi berbagai macam keadaan, dan tiap-tiap orang tentunya mengambil kesimpulan yang berbeda-beda dari keadaan yang ia temui dan alami. Seseorang akan memandang suatu objek berdasarkan pengalamannya, kebutuhannya dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai alat indra yang selalu akan dipergunakan untuk mengamati objek-objek sekitarnya, pengamatan tersebut dapat menghasilkan persepsi yang sama pada setiap orang, tetapi juga mungkin berbeda, terhadap objek yang mempunyai ketetapan seperti warna, ukuran maupun letak, tentunya akan membentuk suatu keragaman persepsi pada setiap orang. Namun terhadap hal yang lain seperti pandangan terhadap suatu kurikulum baru yang belum pernah dilaksanakan, sangat memungkinkan terjadinya perbedaan pesepsi pada setiap orang, walaupun pada dasarnya objeknya sama. Persepsi seseorang terhadap sesuatu permasalahan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Jalaluddin Rahmat mengatakan ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi persepsi tersebut, yaitu: 1. Faktor perhatian Perhatian adalah proses mental ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat stimuli lainnya melemah 2. Faktor fungsional Faktor ini berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor fungsional 3. Faktor structural Faktor ini semata-mata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Irwanto dkk menulis bahwa faktor yang dapat menyebabkan perbedaan persepsi, yaitu: 1. Perhatian yang selektif Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima rangsang dari lingkungannya, meskipun demikian ia tidak harus menanggapi semua rangsangan yang diterimanya. Untuk individu memusatkan perhatian pada rangsang-rangsang tertentu saja. Dengan demikian objek atau gejala-gejala lain tidak akan tampil kemuka sebagai objek pengamatan. 2. Ciri-ciri rangsang Rangsangan yang bergerak diantara rangsangan yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian pula pada rangsang yang paling besar diantara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan yang intensitas rangsangnya yang paling kuat. 3. Nilai-nilai dan kebutuhan individu Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding dengan seseorang yang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan bahwa anak-anak dari golongan ekonomi lemah melihat koin atau uang logam lebih besar, dibanding anak-anak kaya. 4. Pengalaman Pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsikan dunianya, cermin bagi kita tentunya bukan barang baru, tetapi lain halnya bagi orang Mentawai dipedalam Siberut atau saudara-saudara kita dipedalaman Irian. Sementara itu M. Dimiyati Mahmud menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi sebagai berikut: 1. Hakekat sensoris stimulus 2. Latar belakang 3. Pengalaman sensoris terdahulu 4. Perasaan pribadi, sikap, dorongan dan tujuan. Ahmad Fauzi juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi persepsi adalah perhatian, set, kebutuhan, sistem nilai, ciri kepribadian, dan gangguan kejiwaan. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar di MI Al Ihsan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, yang sekarang ini (2006) masih aktif dan berjumlah 10 orang, baik guru kelas maupun guru mata pelajaran tertentu. 2. Objek penelitian Objek penelitian ini adalah mengenai persepsi sepuluh orang guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi dan faktor yang mempengaruhinya. B. Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data 1. Data Data yang digali dalam penelitian ini ada dua macam, yaitu data pokok dan data penunjang. a. Data pokok (primer) 1) Data yang berkenaan dengan persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2) Data yang berkenaan dengan Faktor yang mempengaruhi persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi. b. Data penunjang (Sekunder) Data tentang gambaran umum lokasi penelitian berupa. 2. Sumber Data Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, penulis menggali data melalui; a. Responden, yaitu sepuluh orang guru yang aktif mengajar di MI Al Ihsan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. b. Informan, yaitu Kepala Madrasah, komite, tokoh masyarakat dan orang-orang yang terlibat langsung atau tidak langsung dalam operasional MI Al Ihsan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. c. Dokumen, yaitu catatan-catatan dan arsip-arsip yang ada di MI Al Ihsan Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar, yang berkaitan dengan penelitian. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut; a. Observasi, penulis mengadakan pengamatan langsung terhadap segala permasalahan yang diteliti, untuk menggali data yang konkrot mengenai responden dan madrasah tempat ia bertugas. b. Wawancara, penulis berdialog langsung dengan responden, berdasarkan pedoman wawancara yang terstruktur. c. Dokumenter, penulis memeriksa arsip-arsip atau catatan-catatan yang relevan dengan penelitian, sebagai penunjang teknik pengumpulan data lain, seperti gambaran umum lokasi penelitian. Untuk lebih jelasnya mengenai data, sumber data dan teknik pengumpulan data, dapat dilihat dari matriks dibawah ini: Matriks: Data, Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data No Data Sumber Data Teknik A Persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Guru Observasi dan Wawancara B Faktor yang mempengaruhi persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi di Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar Guru dan Kepala Madrasah Observasi dan Wawancara C Gambaran umum lokasi penelitian Kepala Madrasah dan dokomen-dokomen Observasi, Wawancara dan dokomenter C. Teknik Pengolahan data dan Analisa data 1. Pengolahan data Dalam pengolahan data ini, teknik yang digunakan dimulai dari editing artinya meneliti kembali data-data yang sudah terkumpul, untuk mengetahui apakah data yang sudah terkumpul sudah lengkap atau belum, kemudian di klasifikasikan semua data dari hasil jawaban responden dan informan maupun yang didapat dari dokomen, kemudian di kelompokkan sesuai dengan permasalahannya dan disusun kedalam bentuk table. 2. Analisa data Setelah data selesai diolah sebagaimana mestinya dan disusun kedalam table secara utuh, sesuai dengan data yang ada dilapangan, penulis segera menganalisa data tersebut dengan menggunakan teknik diskriptif kualitatif. D. Prosedur Penelitian 1. Tahap pendahuluan a. Penjajakan kelokasi penelitian b. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing c. Mengajukan desain proposal 2. Tahap persiapan a. Seminar b. Menyiapkan daftar pertanyaan, yaitu pedoman wawancara. c. Permohonan surat riset atau penelitian 3. Tahap Pelaksanaan a. Menghubungi responden b. Mengumpulkan, mengolah, menyusun dan menganalisa data yang diperoleh. Dalam rangka menyusun, penulis berkonsultasi dengan dosen pembimbing untuk dikoreksi dan diperbaiki dan dibawa kesidang munaqasah. BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Berdirinya MI Al Ihsan Madrasah Wajib Belajar adalah cikal bakal MI Al Ihsan berdiri pada tanggal 1 Januari 1953, diatas tanah seluas 50 x 200m, sebanyak tiga lokal, diatas tanah seorang tokoh masyarakat sekaligus ulama setempat, yang bernama H. Mursyidi, di Jalan Pematang Panjang Kecamatan Sungai Tabuk Kabupaten Banjar. Adapun letak geografis Madrasah Wajib Belajar adalah berada di desa Pematang Panjang Km.6. dengan jarak 6 km ke Kecamatan Gambut dan 4 km ke Kecamatan Sungai Tabuk. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: - Sebelah Barat berbatasan dengan desa Bumbun Jaya - Sebelah Timur berbatasan dengan desa Banyu Hirang - Sebelah Utara berbatasan dengan desa Sungai Tabuk Kota - Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Gambut Pertama dioperasikannya madrasah tersebut pada sore hari, masuk jam 14.00 dan pulang jam 17.00, dengan nama Madrasah Wajib Belajar, yang menggunakan kurikulum Pondok pesantren atau disebut Madrasah Diniyah yang pada saat itu kepala madrasahnya adalah Guru Abi. Perkembangan selanjutnya sekitar tahun 1965 Madrasah wajib Belajar berubah nama menjadi Al Wasliyah, dengan kepala madrasah Guru H. Tahir. Baru pada tahun 1979 Al Wasliyah dirubah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Swasta Al Ihsan, dengan kepala madrasah Guru H. Masri, sejak itulah madrasah tersebut resmi terdaftar di Departemen Agama Kabupaten Banjar. Sejak terdaftar di lingkungan Departemen Agama Kabupaten Banjar, murid Al Ihsan dibolehkan ikut ujian negeri di MIN Pembina, walaupun proses belajar mengajar Al Ihsan tetap sore hari. Pada tahun 1985 kepala madrasah yang lama diroleng, dan digantikan oleh Guru Lamberi. Selama dibawah pimpinan Guru Lamberi Al Ihsan membangun tiga buah lokal baru, tetapi selama beliau memimpin sampai tahun 1990, tidak ada murid yang sampai lulus atau alumni Al Ihsan, karena murid lebih suka mengikuti ujian disekolah pagi, yaitu di SDN, dengan alasan ujiannya lebih dekat, ketimbang harus ke MIN Pembina di Gambut. Pada tahun 1990 Guru Lamberi meninggal dunia dalam tugas sebagai kepala MI Al Ihsan. Kemudian digantikan oleh Guru Bahransyah. A dan pada tahun 1998 kepala madrasah yang baru mengadakan gebrakan dengan memindah jam operasional atau proses belajar mengajar menjadi pagi. Dampak dari kebijakan baru itu, pihak panitia dan kepala serta dewan guru bekerja keras, dengan dua kali masuk dalam sehari, yaitu dengan cara: a. Masuk pagi untuk kelas 1 (murid baru). b. Masuk sore adalah murid yang terdahulu dari kelas II sampai kelas VI. Dengan ketentuan tidak menerima murid baru yang masuk sore, selanjutnya hanya menerima murid baru yang masuk pagi dengan teknis kepala madrasah dan guru kelas I masuk pagi. Tahun pertama masuk pagi murid MI Al Ihsan berjumlah 10 orang, tahun kedua, berjumlah 5 orang, tahun ketiga 13 orang, tahun ke empat 5 orang, tahun ke lima 6 orang dan tahun ke enam 6 orang, tahun ke tujuh 10 orang, tahun ke delapan 9 orang, tahun ke sembilan 8 orang dan tahun kesepuluh (2006/2007) 15 orang. Tahun 2004 MI Al Ihsan mengutus murid-muridnya sebanyak 10 orang untuk mengikuti ujian akhir di MIN Pembina, yaitu MIN Pembantanan Kecamatan Sungai Tabuk. Dengan hasil kelulusan 100%, selanjutnya pada tahun 2005 meluluskan sebanyak 5 orang, dan tahun 2006 meluluskan sebanyak 13 orang. Jadi jumlah alumni MI Al Ihsan sekarang ini 28 orang. 2. Keadaan Prasarana Fisik MI Al Ihsan Mengenai prasarana fisik yang dimiliki oleh MI Al Ihsan dapat dilihat dalam table dibawah ini. Tabel 4. 1. Keadaan Prasarana Fisik MI Al Ihsan No Prasarana Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Kantor kepala madrasah Kantor dewan guru Kelas I Kelas II Kelas III Kelas IV Kelas V Kelas VI WC Sumur 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 3. Keadaan organisasi komite MI Al Ihsan Mengenai susunan komite madrasah pada tahun 2006 adalah sebagai berikut: Tabel 4. 2. Keadaan Organisasi Komite MI Al Ihsan No Nama Jabatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kaspianadi Abdul Khair M.Aini Abd Bari Hamli H.Johansyah H.Abd Sani H.Udin H.Mahyuni Ketua Sekretaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota 4. Keadaan organisasi guru dan tugasnya Menurut data tahun 2006, jumlah guru di MI Al Ihsan sebanyak 10 orang, sehingga pada umumnya masing-masing mempunyai tugas ganda, selain mengajar dengan beberapa mata pelajaran, juga memegang jabatan structural, sebagaimana dapat dilihat dalam table dibawah ini. Tabel 4. 3. Keadaan Organisasi Guru dan Tugasnya No Nama Jabatan Mata pelajaran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Bahransyah.A M.Nor Padli Maimunah.U Sa’ya, S.Ag Eva Prihatin,S.Pdi Norlaila.J,S.Pdi Taufik Rahman Saliani Kustam Maimunah.A Kepala Wakil I Wakil II Wakil III Sekretaris Bendahara Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota Muatan Lokal Fikih,KTK,BI Sains,PSKN Guru Kelas II B.Arab,SKI QH,Aqidah Matematika Penjaskes Guru Kelas I B. Indonesia B. Indonesia 5. Keadaan organisasi siswa MI Al Ihsan memiliki organisasi siswa sebagaimana madrasah lain yang disingkat dengan OSIS, yang fungsinya mengkordiner bentuk-bentuk kegiatan siswa, seperti pramuka dan keagamaan. Tabel 4. 4. Keadaan Organisasi Siswa No Nama Kelas Jabatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Norbainah M.Rasyidi Fatwa M.Riduan Aulia Azizah M.Hafis M.Jaini M.Saukani M.Firmansyah Linda ST. Rahmah Yustika M.Nor Faizi IV V VI VI IV VI VI V IV III II I Ketua Wakil Sekretaris Bendahara Seksi Kepramukaan Seksi Keagamaan Anngota Anggota Anggota Anggota Anggota Anggota A. Penyajian Data Untuk mengetahui persepsi guru-guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi, penulis akan menyajikan data-data yang berhubungan dengan hal tersebut diatas, dengan suatu penjelasan yang diperoleh dari hasil penelitian dilapangan baik melalui wawancara dan dokumenter. 1. Persepsi guru MI Al Ihsan Tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi a. Persepsi tentang tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi Berdasarkan hasil wawancara penulis tanggal 20 Oktober 2006 dengan Bapak dan Ibu guru MI Al Ihsan mengatakan bahwa mereka sangat setuju, mendukung dan menilai sangat baik terhadap tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Begitu juga dikatakan Bapak/Ibu bahwa Tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi adalah memandirikan dan memberdayakan sekolah dalam mengembangkan kompetensi peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi dan kondisi lingkungan setempat. b. Persepsi tentang pembuatan silabus Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi guru dituntut untuk membuat silabus, mengenai hal ini guru-guru MI Al Ihsan sepakat mengatakan bahwa membuat silabus itu sangat sulit, dengan alasan sebagai berikut: 1) Belum pernah membuat sebelumnya. 2) Keterbatasan kemampuan (SDM) c. Persepsi tentang proses penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi Proses penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi memang sangat berbeda dengan kurikulum 1994, sehingga menimbulkan beberapa persepsi diantara guru MI Al Ihsan dalam menanggapinya, ada yang menganggap sulit dan ada yang menganggap biasa saja. Tabel 4. 5. Data Persepsi Guru Tentang Proses Penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi No Nama Persepsi tentang proses penilaian Kurikulum Berbasis Kompetensi Sulit Biasa Saja 1 M.Nor - X 2 Padli - X 3 Maimunah.U X - 4 Sa’ya, S.Ag - X 5 Eva prihati, S.PdI - X 6 Norlaila J, S.PdI - X 7 Saliani X - 8 Taufik Rahman - - 9 Kustam X - 10 Maimunah.A X - d. Persepsi tentang pelaksanaan karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi. Karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi ada enam, yaitu; Sistem belajar dengan mudol, menggunakan keseluruhan sumber belajar, pengalaman lapangan, strategi individual personal, kemudahan belajar dan belajar tuntas. Dari keenam karakteristek tersebut, guru MI Al Ihsan menanggapinya dengan beragam, sebagian menganggap bahwa keenam karakteristek itu sulit untuk dilaksankan secara utuh dan sebagian lain hanya pada poin-poin tertentu saja yang dianggap sulit. Tabel 4. 6. Jumlah Guru Yang Kesulitan No Karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi Jumlah guru yang kesulitan 1 Sistem belajar dengan mudol 10 orang 2 Menggunakan keseluruhan sumber belajar 6 orang 3 Pengalaman lapangan 2 orang 4 Strategi individual personal 4 orang 5 Kemudahan belajar 10 orang 6 Sistem belajar tuntas 10 orang 1) Karakteristek sistem belajar dengan mudol, semua guru MI Al Ihsan mengakui bahwa mereka sangat sulit untuk membuat sebuah mudol, karena Sumber Daya Manusia (SDM) yang terbatas dan ditambah oleh kesibukan lain. 2) Menggunakan seluruh sumber belajar, banyak guru yang kesulitan dalam merealisasikan karakteristek ini, alasannya adalah memegang mata pelajaran lebih dari satu, sehingga sulit menggunakan keseluruhan sumber belajar secara maksimal. Kesulitan tersebut juga diakibatkan oleh tidak adanya sarana dan kurangnya dana yang menunjang kearah itu, sedangkan karakteristek ini menuntut kepada guru atau pihak sekolah untuk lebih kreatif memfasilitasi diri sesuai kebutuhan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Tabel 4. 7. Persepsi Guru MI Al Ihsan Tentang Penggunaan Seluruh Sumber Belajar No Nama Persepsi tentang penggunaan seluruh sumber belajar dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi Sulit Biasa Saja 1 M.Nor X - 2 Padli X - 3 Maimunah.U X - 4 Sa’ya, S.Ag X - 5 Eva prihati, S.PdI X - 6 Norlaila J, S.PdI - X 7 Saliani X - 8 Taufik Rahman - X 9 Kustam - X 10 Maimunah.A - X 3) Mengenai pengalaman lapangan, hanya sebagian kecil saja dari guru MI Al Ihsan yang merasa kesulitan dalam hal ini, karena guru tersebut memang memiliki kepribadian yang pendiam, latar belakang pendidikan yang tidak memenuhi kualifikasi sebagai guru dan pengalaman mengajar yang minim. Akibat dari semua itu, ia merasa kesulitan untuk mengaplikasikan pengalaman yang dimilikinya atau pengalaman yang dimiliki siswa kedalam pembelajaran sesuai dengan karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi. Tabel 4. 8. Persepsi Guru MI Al Ihsan Tentang Penerapan Pengalaman Lapangan No Nama Persepsi tentang penerapan pengalaman lapangan Sulit Biasa Saja 1 M.Nor - X 2 Padli - X 3 Maimunah.U - X 4 Sa’ya, S.Ag - X 5 Eva prihati, S.PdI - X 6 Norlaila J, S.PdI - X 7 Saliani - X 8 Taufik Rahman - X 9 Kustam X - 10 Maimunah.A X - 4) Strategi individual personal, disini guru dituntut memiliki strategi mengajar khusus yang dapat memicu semangat dan menggali kompetensi anak didik, sehingga proses belajar mengajar sesuai dengan konsep PAKEM. Mengenai strategi individual personal ini, guru mendapat kesulitan karena tidak memiliki pendidikan keguruan atau pendidikan yang dimiliki tidak memenuhi syarat sebagai guru. Akibatnya proses pembelajaran tidak berkembang dan terasa membosankan, karena tidak dibarengi oleh metode pembelajaran yang sesuai dengan pokok masalah yang disampaikan. Tabel 4. 9. Persepsi Guru MI Al Ihsan Tentang Strategi Individual Personal No Nama Persepsi tentang strategi individual personal Sulit Biasa Saja 1 M.Nor - X 2 Padli - X 3 Maimunah.U X - 4 Sa’ya, S.Ag - X 5 Eva prihati, S.PdI - X 6 Norlaila J, S.PdI - X 7 Saliani X - 8 Taufik Rahman X - 9 Kustam - X 10 Maimunah.A X - 5) Kemudahan belajar, juga dianggap sulit oleh seluruh guru MI Al Ihsan, karena terbatasnya dana dan sarana belajar yang dimiliki, seperti tidak adanya perpustakaan, koran atau majalah dan jenis bacaan lain yang mendukung kemudahan belajar. 6) Sistem belajar tuntas, ini sangat menyulitkan semua guru MI Al Ihsan, karena sistem ini akan memerlukan waktu tambahan dan dana yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya. 2. Faktor yang mempengaruhi persepsi guru-guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi Berpedoman pada persepsi guru MI Al Ihsan diatas, tampak ada beberapa faktor yang mempengaruhi pendapat mereka, yaitu; a. Faktor Keterbatasan Sumber Daya Manusia Persepsi guru MI Al Ihsan tetang Kurikulum Berbasis Kompetensi pada umumnya dipengaruhi oleh faktor sumber daya manusianya yang tidak sesuai dan tidak memenuhi kualifikasi sebagai guru. Akibat dari ketidak sesuaian dan tidak terpenuhinya kualifikasi sebagai guru tersebut, maka apa yang telah terkonsep dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi ini, dirasakan sangat sulit direalisasikan di MI Al Ihsan secara utuh. Keterbatasan sumber daya manusia guru MI Al Ihsan maksudnya adalah: 1) Tingkat pendidikan tidak memenuhi kualifikasi Tingkat pendidikan guru MI Al Ihsan sangat dominan mempengaruhi persepsi mereka tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi, karena semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar kemampuan yang bisa ia kerahkan dalam menghadapi suatu persoalan. Untuk lebih jelasnya mengenai tingkat pendidikan yang dimiliki oleh guru MI Al Ihsan dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Tabel 4. 10. Tingkat Pendidikan Guru MI Al Ihsan No Nama Kualifikasi guru 1 M.Nor D 2 2 Padli D 2 3 Maimunah.U D 2 4 Sa’ya, S.Ag S 1 5 Eva prihati, S.PdI S 1 6 Norlaila J, S.PdI S 1 7 Saliani MAN 8 Taufik Rahman SMA 9 Kustam SMA 10 Maimunah.A MAN 2) Pengalaman mengikuti sosialisasi masih sedikit Pengalaman seseorang dalam kehidupan yang selalu aktif, dibanding dengan orang yang sering pasif akan terdapat perbedaan kemampuan dan keberanian dalam menentukan sikap dan perbuatan yang akan dilakukan. Begitulah yang terjadi pada guru MI Al Ihsan dalam menyikapi Kurikulum Berbasis Kompetensi ini. Guru yang lebih banyak mengikuti sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi akan lebih kearah yang positif memberikan pendapatnya, ketimbang pendapat guru yang pengalamannya lebih sedikit mengikuti sosialisasi. Tabel 4. 11. Pengalaman Guru MI Al Ihsan Mengikuti Sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi No Nama Jumlah Mengikuti Sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi 1 M.Nor 5 2 Padli 4 3 Maimunah.U 3 4 Sa’ya, S.Ag 4 5 Eva prihati, S.PdI 4 6 Norlaila J, S.PdI 3 7 Saliani 4 8 Taufik Rahman 4 9 Kustam 3 10 Maimunah.A 1 b. Faktor terbatasnya dana dan prasarana Keterbatasan merupakan alasan klasik yang selalu dijadikan kambing hitam dalam mengimplementasikan suatu pelaksanaan sebuah program, sebagaimana yang terjadi pada guru MI Al Ihsan. Mereka menganggap bahwa untuk melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi di MI Al Ihsan harus menyediakan dana dan prasarana yang timbul akibat dari pelaksanaan kurikulum itu, misalnya: 1) Dana untuk menunjang kreatipitas guru, seperti honor remedial, biaya praktik, biaya akibat dari pelaksanaan sebuah metode pembelajaran misalnya karya wisata, penelitiaan dan lain-lain. Tabel 4. 12. Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Madrasah MI Al Ihsan Tahun ajaran 2006/2007 (RAPBM) No Sumber Dana Jumlah Rp Kegunaan Jumlah Rp Saldo 1 2 3 4 Komite BOS U BOPD BOS B 3.000.000 12.455.000 3.900.000 2.080.000 Gaji Guru Konsumsi ATK Kesiswaan 12.600.000 1.944.000 2.056.000 4.835.000 Total 21.435.000 21.435.000 Nihil 2) Sarana merupakan sesuatu yang pokok bagi sebuah madrasah, seperti mushalla, laboratorium, ruang UKS, Aula dan lain-lain, yang dijadikan pertimbangan sebelum melaksanakan Kurikulum Berbasis Kompetensi di MI Al Ihsan. Jika sarana tersebut diatas belum dapat terpenuhi, maka Kurikulum Berbasis Kompetensi yang dilaksanakan tanpa dana dan sarana, itu hanya kulitnya saja, karena tujuan sebenarnya tidak terpenuhi sebagaimana mesitinya. c. Faktor Keterbatasan waktu Maksud dari keterbatasan waktu yang dapat mempengaruhi persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi ini adalah banyaknya tuntutan bagi guru agar aktif membuat penilaian terhadap semua aspek yang dimiliki siswa dan selalu memantau dan mencatat kegiatan siswa. Selain tersebut diatas guru juga diberi tuntutan untuk membuat sendiri silabus, dan administrasi guru, serta memberikan remedial bagi siswa yang tidak tuntas, hal-hal seperti inilah yang menyita waktu para guru. Tuntutan seperti itu dianggap sulit bagi guru MI Al Ihsan karena waktu yang mereka miliki terbatas oleh beberapa kesibukan: 1) Memegang mata pelajaran lebih dari satu. Tabel 4. 13. Pemegang Mata Pelajaran No Nama Mata pelajaran yang dipegang 1 M.Nor Fikih, KTK, Bahasa Inggris 2 Padli IPA, PSKN 3 Maimunah.U Guru Kelas 4 Sa’ya, S.Ag Bahasa Arab, Mulok 5 Eva prihati, S.PdI Qur’an Hadis, Aqidah Akhlak, SKI 6 Norlaila J, S.PdI Matematika 7 Saliani Guru kelas 8 Taufik Rahman Penjaskes 9 Kustam Bahasa Indonesia 10 Maimunah.A Bahasa Indonesia 2) Mengajar dan bekerja ditempat lain Guru MI Al Ihsan selain mengajar di MI Al Ihsan, pada umumnya mereka juga mengajar ditempat lain, seperti di TK Al Qur’an, Madrasah Ibtidayah, Sekolah Dasar Negeri, dan memiliki pekerjaan sampingan sebagi petani, bengkel, serta merangkap sebagai mahasiswa. Tabel 4. 14. Kegiatan Guru Selain Mengajar Di MI Al Ihsan No Nama Kegiatan lain Tempat Mengajar Tempat Bekerja Kuliah 1 M.Nor MI Petani S 1 2 Padli - Petani - 3 Maimunah.U - Petani - 4 Sa’ya, S.Ag MI - - 5 Eva prihati, S.PdI - - - 6 Norlaila J, S.PdI - - - 7 Saliani TKA - - 8 Taufik Rahman - Bengkel - 9 Kustam SDN - D 2 10 Maimunah.A TKA - - B. Analisis Data Untuk memberikan gambaran terhadap apa yang diinginkan dari penelitian ini, dan memudahkan dalam memahaminya, maka analisis data yang dilakukan dibuat berdasarkan urutan dalam penyajian data, sebagai berikut: 1. Tentang tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi Guru MI Al Ihsan sepakat bahwa tujuan Kurikulum Berbasis Kompetensi tersebut sangat baik, tetapi setelah mereka mempelajarinya lebih mendalam, ternyata terdapat beberapa kesulitan dalam memahami dan merealisasikannya dimadrasah tempat mereka mengajar. Kesulitan tersebut tergambar ketika guru MI Al Ihsan memberikan persepsinya tentang tuntutan pengembangan silabus, proses penilaian dan pelaksanaan dari karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Tentang pembuatan silabus Mengenai Pembuatan silabus seluruh guru MI Al Ihsan mengatakan bahwa mereka kesulitan untuk membuat silabus seperti yang dikehendaki oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi. Karena menurut mereka silabus itu harus dibuat oleh orang yang ahli dibidang tertentu sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Kenyataan dilapangan guru-guru MI Al Ihsan masih banyak yang tidak memenuhi kualifikasi pendidikan. Sebagaimana diharapakan jika tidak mampu secara perorangan, alternatif lain dengan membentuk kelompok kerja guru mata pelajaran atau meminta tenaga ahli dari dinas pendidikan. 3. Tentang proses penilaian Mengenai proses penilaian sebagian kecil guru MI Al Ihsan menyatakan kesulitan, karena ia menganggap terlalu banyak yang harus dinilai, yang meliputi seluruh aspek pada diri siswa, seperti aspek kognitif, apektif dan psikomotorik. Penilaian yang menyeluruh ini disebut Penilaian Berbasis Kelas (PBK) yang diarahkan agar memenuhi prinsip-prinsip valid, mendidik, berorentasi pada kompetensi, adil dan objektif, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna. 4. Tentang karakteristik Kurikulum Berbasis Kompetensi Begitu pula ketika guru MI Al Ihsan memberikan persepsinya tentang karakteristek Kurikulum Berbasis Kompetensi, banyak ditemukan kesulitan-kesulitan yang sangat bervariasi, seperti: Penggunaan sistem mudol dalam PBM ( Proses Belajar Mengajar ) seluruh guru berpendapat sulit melaksanakannya, Penggunaan keseluruhan sumber belajar enam orang guru kesulitan merealisasikannya, Penerapan pengalaman lapangan dua orang guru kesulitan, pelaksanaan sistem belajar individual personal tiga orang guru kesulitan, pemberian kemudahan belajar dan sistem belajar tuntas juga dianggap sulit oleh seluruh guru MI Al Ihsan. Jadi sebenarnya Kurikulum Berbasis Kompetensi itu secara teoritis atau konsepnya sangat baik, tetapi pelaksanaannya dilapangan yang sulit diimplementasikan khususnya di MI Al Ihsan. Beranjak dari beberapa kesulitan yang diakui oleh guru MI Al Ihsan dan berdasarkan data, bahwa ada tiga faktor yang mempengaruhi, yaitu faktor terbatasnya sumber daya manusia, terbatasnya dana dan sarana dan terbatasnya waktu yang dimiliki oleh sebagian guru, sehingga persepsi mereka terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi terdapat beberapa kesulitan, misalnya: 1. Faktor keterbatasan sumber daya manusia Dengan keterbatasan sumber daya manusia yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya syarat pendidikan bagi seorang guru dan kurangnya pengalaman mengikuti sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, maka wajar kiranya kalau guru MI Al Ihsan banyak menemukan kesulitan dalam penerapannya. Sebagaimana dikatakan oleh para ahli bahwa salah satu yang mempengaruhi persepsi seseorang itu adalah latar belakang pendidikan dan pengalaman. Persis apa yang telah terjadi pada guru MI Al Ihsan bahwa kesulitan yang mereka alami disebabkan oleh tingkat pendidikan yang tidak sesuai dengan kualifikasi guru dan pengalaman mengikuti sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi masih sedikit. Secara umum guru MI Al Ihsan mempunyai kesempatan yang sama dalam mengikuti sosialisasi Kurikulum Berbasis Kompetensi, tetapi tingkat pemahaman dan penggunaan kesempatan itu yang tidak mereka gunakan dengan sebaik-baiknya, kecuali bagi guru yang baru. 2. Faktor keterbatasan dana dan sarana Kebutuhan terhadap dana dan sarana dalam merealisasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi sangat dirasakan oleh guru-guru MI Al Ihsan untuk suatu perubahan yang mendasar, guna memecahkan problem berkepanjangan mengenai kemampuan atau kompetensi siswa setelah menyelesaikan pendidikan. Berdasarkan atas pentingnya dana dan sarana inilah yang membuat guru MI Al Ihsan merasa kesulitan untuk melaksanakan kurikulum baru ini di madrasah mereka, karena dana Bantuan Operasional Sekolah dan dana Bantuan Operasional Pemerintah Daerah belum mencukupi untuk membiayai dan melengkapi sarana yang ada. Faktor dana dan sarana menjadi kebutuhan yang sangat penting bagi guru MI Al Ihsan, menjadi pertimbangan dan mempengaruhi pesepsi mereka terhadap Kurikulum Berbasis Kompetensi, sehingga mereka mengatakan sulit, sedangkan yang mereka katakan biasa saja dikarenakan oleh pelaksanaan yang seadanya, tanpa memperhatikan keberhasilannya. 3. Faktor keterbatasan waktu Mempelajari Kurikulum Berbasis Kompetensi berarti guru-guru MI Al Ihsan telah mengangkat dan memperjuangkan citra dan wibawa sebagai guru atau madrasah yang selalu membuka diri dengan perkembangan zaman. Demi mempertahankan citra itulah, guru MI Al Ihsan mampu memberikan persepsi tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi, baik secara umum maupun secara khusus, akan tetapi mereka dengan jujur mengatakan kesulitan yang mereka hadapi jika kurikulum itu benar-benar dilaksanakan dimadrasah mereka. Alasan pertama, yang menyulitkan itu adalah keterbatasan waktu dalam mengembangkan diri, berkreasi dan berkreatif, karena memegang mata pelajaran lebih dari satu dan memegang mata pelajaran yang bukan keahliannya atau tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan yang ia miliki, dampaknya sulit bagi mereka untuk profisional sebagai guru. Alasan kedua, mempunyai kesibukan diluar MI Al Ihsan, seperti mengajar ditempat lain dan bekerja tambahan, sehingga mereka tidak bisa konsentrasi terhadap suatu mata pelajaran, apalagi untuk memberikan remedial yang menggunakan waktu khusus diluar jam mengajar, tentu hal itu sangat sulit bagi sebagian mereka. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dari uraian tersebut diatas, penyaji dapat memberikan kesimpulan mengenai persepsi guru MI Al Ihsan tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi sebagai berikut: 1. Bahwa tujuan dan konsep Kurikulum Kerbasis Kompetensi secara teoritis sangat baik dan mereka oftimis dengan kurikulum ini, dapat memberikan suatu perubahan terhadap sistem pendidikan di Indonesia, kearah yang lebih maju dan sesuai dengan perkembangan zaman. 2. Konsep Kurikulum Berbasis Kompetensi yang sangat baik itu, ternyata bagi guru MI Al Ihsan sangat sulit untuk dilaksanakan di madrasah itu, karena beberapa faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor keterbatasan sumber daya manusia, faktor dana dan sarana serta faktor keterbatasan waktu, sehingga uji coba kurikulum yang seharusnya sudah dilaksanakan belum terlialisasi. 3. Faktor yang mempengaruhi persepsi mereka itu adalah faktor keterbatasan sumber daya manusia, seperti pendidikan dan pengalaman guru yang pada umumnya belum memenuhi kualifikasi. Faktor keterbatasan dana dan sarana yang belum memadai, dan faktor keterbatasan waktu karena kebanyakan guru memiliki kesibukan lain selain mengajar di MI Al Ihsan. B. Saran Setelah menyajikan data, menganalisis dan menyimpulkan, penyaji mengemukakan saran-saran yang sifatnya membangun mengenai persepsi dan faktor yang mempengaruhi persepsi tersebut: 1. Bagian-bagian yang dianggap sulit dari Kurikulum Berbasis Kompetensi, hendaknya terus diperhatikan dan dipelajari bersama, jika perlu mendatangkan pakar Kurikulum Berbasis Kompetensi. 2. Jika kesulitan tersebut diakibatkan oleh SDM, dana dan sarana serta keterbatasan waktu yang belum cukup atau tidak memadai, maka jangan putus asa, berjuanglah terus untuk memenuhinya. 3. Tanamkan niat dan itikad dengan prinsip memperhatikan perkembangan pendidikan, menjadikan kurikulum sebagai kebutuhan, selalu membuka diri sesuai perkembangan, meningkatkan SDM sesuai kebutuhan zaman dan selalu mencari dana dari masyarakat umum, yang tujuannya untuk melengkapi sarana yang ada.

Rabu, 08 Mei 2013

Kamad sebagai guru dimata guru

Peran kamad sangat dominan dalam menjalankan penyelenggaraan pendidikan disuatu madrasah di tingkat manapun, ada satu peran yang terjadi pada diri saya secara spontan, dimana beberapa guru, sering menanyakan sesuatu masalah, bukan masalah pribadi, bukan masalah sosial, bukan masalah hukum dan bukan masalah madrasah, tetapi masalah pelajaran, berkenaan dengan mata pelajaran yang saat itu sedang diajarkannya kepada siswa. kronologinya begini :1. Saat itu guru PPKn sedang membuka peta Indonesia, ia sedang menjelaskan jumlah provinsi, kabupaten dan kecamatan, ternyata sang guru lupa, jumlah kecamatan yang ada di kabupatennya, karena ada beberapa kecamatan baru hasil pemekaran,lalu sang guru keluar kelas dan masuk ke kantor kamad menanyakan berapa jumlah kecamatan di kabupaten kita sekarang ? maka kamad langsung memberikan jawaban itu, dan sang guru masuk lagi kekelas dan menyampaikannya kepada siswa sebagaimana yang telah dikatakan oleh kamad.2. Guru Fikih saat memberikan pelajaran tentah bulan-bulan di tahun hijriyah, sang guru lupa nama salah satu bulan, sehingga ketika beliau beberapa kali menghitung didepan siswanya, mulai dari Muharram sampai dengan zulhijjah yang seharusnya 12 bulan ternyata hanya 11, kembali diulang sang guru menghitung dengan jari, ternyata masih tetap 11, langsung sang guru pamit keluar dan mendatangi kamad diruang kamad, seraya memperaktikkan apa yang dilakukannya dalam kelas, kamad tersenyum dan memberitahukan bahwa kamu lupa 1 bulan, yaitu bulan ke 10 (syawal),sambil ketawa geli sang guru keluar dari ruang kamad dan masuk kelas melanjutkan pelajarannya bahwa bulan hijriyah itu ada 12 pas. Dari kedua kronologi diatas bahwa kepala madrasah bisa juga berperan sebagai guru, tempat bertanya dan memecahkan masalah para guru, walaupun hal-hal seperti ini dianggap ringan, kecil, tak berarti, tapi bagi sang guru, hal itu menyelamatkan mereka dari rasa malu didepan anak didiknya. inilah yang saya maksud dengan Kepala madrasah sebagai guru dimata guru.