Sabtu, 20 Juli 2013

Hukum Membaca Al Fatihah Seorang Makmum

Hukum Membaca Al-Fatihah Seorang Makmum dalam Shalat Berjamaah -- Read Fatiha law of a congregation in a congregational prayer

4 Agustus 2010 pukul 12:25
Membaca al Fatihah adalah diantara rukun-rukun shalat baik shalat fardhu, sunnah, shalat jahriyah (dikeraskan suaranya) maupun sirriyah (dipelankan suaranya) berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari 'Ubadah bin Ash Shamit, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."

Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang bacaan al Fatihah bagi makmum. Para ulama Maliki dan Hambali mewajibkan membaca Al Fatihah bagi imam dan orang yang shalat sendirian namun tidak bagi makmum. Sementara para ulama madzhab Safi’i mewajibkannya bagi imam dan juga makmum.

Markaz al Fatwa didalam fatwanya No. 1740 menyebutkan bahwa pendapat jumhur ulama adalah makmum tidak perlu membaca al Fatihah dan tidak juga membaca yang lainnya (surat) di belakang imam didalam shalat jahriyah apabila dia mendengar bacaan imam. Mereka mendasari pendapatnya dengan :

1. Firman Allah swt :

وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُواْ لَهُ وَأَنصِتُواْ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ


Artinya : “Dan apabila dibacakan Al Quran, Maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al A’raf : 204) Terdapat riwayat bahwa para salafussholeh bahwa maksud dari ayat itu adalah mendengarkan bacaan yang dibaca imam.

2. Hadits Abu Hurairoh bahwa Nabi saw bersabda,”Sesungguhnya imam dijadikan untuk diikuti. Apabila dia bertakbir maka bartakbirlah kalian dan apabila dia membaca maka dengarkanlah.” Dan hadits ini terdapat di al Musnad dan yang lainnya dinukil dari Imam Muslim yang telah dishahihkan.

Imam Syafi’i berpendapat bahwa wajib membaca al Fatihah bagi makmum baik didalam shalat jahriyah maupun sirriyah dibelakang imam berdasarkan hadits-hadits yang menyebutkan tentang kewajiban membaca al Fatihah tanpa membedakan antara imam dan makmum, sebagaimana hadits di ash shahihain dan lainnya dari Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw bersabda,”Tidak ada shalat bagi yang tidak membaca Faatihatul Kitab (Al Fatihah)."

Dan yang lebih tegas lagi apa yang terdapat di sunan abi Daud, an Nasai dan lainnya dari hadits Ubadah bin ash Shamit bahwa Nabi saw shalat shubuh sepertinya bacaan beliau terasa berat. Seusai shalat, beliau bersabda: "Sepengetahuanku, kalian membaca di belakang imam kalian." Mereka menjawab; "Ya, wahai Rasulullah! (hingga) Kami menyusul bacaanmu dengan cepat." Beliau bersabda: "Jangan kalian lakukan kecuali Fatihatul Kitab (Al Fatihah) karena tidak sah shalat seseorang yang tidak membacanya."

Dari penjelasan diatas tampak bahwa hal tersebut masih menjadi permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama terdahulu maupun yang belakangan. Dan setiap kelompok memiliki dalil-dalilnya, dimana kelompok yang satu membantah kelompok lainnya dengan melemahkan dalil-dalil mereka atau tanpa dalil didalam permasalahan yang diperselisihkan namun hanya bersandar kepada pendapatnya.

Dengan demikian untuk suatu kehati-hatian maka hendaklah seorang makmum membaca al Fatihah di belakang imam didalam shalat-shalat jahriyah dan sirriyah untuk keluar dari perselisihan yang terjadi dikalangan para ulama itu karena kelompok yang mengatakan wajib membaca al fatihah dibelakang imam memandang batal shalat seorang yang tidak membacanya. (Markaz al Fatwa No. 1740)

Dengan demikian jika anda shalat bersama imam dan memiliki kesempatan untuk membaca al fatihah hingga selesai sebelum imam ruku’ maka hendaklah anda membacanya hingga selesai. Akan tetapi jika anda belum selesai membacanya sementara imam sudah bertakbir untuk ruku maka hendaklah anda ruku bersamanya walaupun anda belum menyelesaikan bacaan al Fatihah tersebut dikarenakan tidak mungkinnya menyelesaikan bacaan tersebut, berdasarkan hadits Abu Hurairoh diatas.

Wallahu A’lam

Selasa, 09 Juli 2013

Guru wajib memiliki sikap ramah dan berlemah lembut

Sikap ramah dan berlemah lembut

Allah  telah menggambarkan tentang sifat NabiNya Muhammad S.a.w bahawa sesungguhnya Ia memiliki Akhlak yang Agung.
Firman Allah:                   {وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ {4} [سورة  القلم].
“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung”.
Allah menggambarkannya juga dengan sifat ramah dan lemah lembut, Allah berfirman :
{فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ }[سورة آل عمران :159]
“Maka dengan sebab rahmat Allah-lah engkau berlemah-lembut terhadap mereka, dan sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu”.
Allah menggambarkannya pula dengan sifat berkasih-sayang dan santun terhadap orang-orang yang beriman, Allah berfirman:
{لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ} [سورة التوبة :128].
“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari jenis kalian sendiri, amat berat baginya segala yang menyusahkan kalian, sangat menginginkan untuk kalian (segala kebaikan), amat santun dan berkasih-sayang terhadap orang-orang yang beriman”.
Dan Rasul S.a.w sendiri pun memerintahkan untuk berlaku lemah-lembut dan menganjurkannya, beliau bersabda:
((يَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا، وَبَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا))
“Hendaklah kamu memudahkan dan jangan kamu menyulitkan, dan sebarkanlah olehmu berita gembira dan jangan kamu membuat orang lari (darimu)”. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhary, no (69) dan Imam Muslim, no (1734) dari hadits Anas.
Dan disebutkan pula oleh Imam Muslim dalam shohihnya, hadits no (1732) dari hadits Abu Musa Al Asy’ary dengan lafaz:
((بَشِّرُوْا وَلاَ تُنَفِّرُوْا ويَسِّرُوْا وَلاَ تُعَسِّرُوْا )).
“Berikanlah olehmu berita gembira dan jangan kamu membuat orang lari (darimu), dan hendaklah kamu memudahkan dan jangan kamu menyulitkan”.
Imam Bukhari meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (220) dari Abu Hurairah r.a bahawa Rasulullah S.a.w berkata kepada para shahabat dalam kisah seorang badawi yang buang air kecil dalam mesjid Rasulullah S.a.w:
((دَعُوْهُ وَهَرِيْقُوْا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوْباً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّمَا بُعِثُتْم مُيَسِّرِيْنَ وَلَمْ تُبْعَثُوْا مُعَسِّرِيْنَ)).
“Biarkan ia, dan siramlah di atas kencingnya dengan setimba air, atau semangkuk air, sesungguhnya kalian diutus untuk memberi kemudahan dan kalian tidak diutus untuk menyulitkan”.
Imam Bukhari meriwayatkan pula dalam shohihnya, hadist no (6927) dari ‘Aisyah --رضي الله عنها bahawa Rasulullah S.a.w berkata kepadanya:
((يَا عَائِشَةَ! إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي اْلأَمْرِ كُلِّهِ)).
“Wahai ‘Aisyah! Sesungguhnya Allah itu amat maha lembut, Ia mencintai kelembutan dalam segala urusan”.
Menurut lafaz Imam Muslim, hadits no (2593):
((يَا عَائِشَةَ! إِنَّ اللهَ رَفِيْقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ، وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ، وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى مَا سِوَاهُ)).
“Wahai ‘Aisyah! Sesungguhnya Allah itu amat maha lembut, Ia mencintai kelembutan, Ia memberi di atas kelembutan sesuatu yang tidak Ia beri dengan kekasaran, dan tidak pula dengan selainnya”.
Imam Muslim meriwayatkan dalam shohihnya, hadits no (2594) dari ‘Aisyah --رضي الله عنها bahawa Nabi S.a.w bersabda:
((إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ، وَلاَ يُنْـَزعُ عَنْ شَيْءٍ إَلاَّ شَانَهُ)).
“Sesungguhnya kelembutan tidak terdapat pada sesuatu melainkan membuatnya indah, dan tidak dicabut dari sesuatu melainkan membuatnya buruk”.
Dan diriwayatkan pula oleh Imam Muslim, hadits no (2592) dari Jariir bin Abdillah r.a bahawa Nabi S.a.w bersabda:      
  ((مَنْ يُحْرَمُ الرِّفْقَ يُحْرَم.ُ الْخَيْرُ))  
“Barangsiapa yang diharamkan (mempunyai) sifat lemah-lembut bererti ia telah diharamkan terhadap kebaikan”.
Sesungguhnya Allah telah menyuruh dua orang nabi yang mulia; Nabi Musa dan Nabi Harun untuk menyeru Fir’aun dengan sopan dan berlemah-lembut, Allah berfirman:
{اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى {43} فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَّيِّنًا لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى {44}[سورة طه]
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun sesungguhnya dia telah melampaui batas (kesesatan), maka bicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah-lembut, mudah-mudahan ia mendapat peringatan dan takut (terhadap Allah).
Allah menggambarkan tentang sifat para sahabat yang mulia dengan sifat saling berkasih sayang antara sesama mereka, Allah berfirman:
{مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاء عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاء بَيْنَهُمْ} [سورة  الفتح : 29].
“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersamanya bersikap keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang terhadap sesama mereka”.
Ayat dan hadis diatas sudah jelas, sikap ramah dan berlemah lembut harus diterapkan kepada siapa saja dan oleh setiap orang, baik kepada peserta didik maupun kepada sesama pendidik.